Minggu, 03 Mei 2015

Tips : Yakin, nggak pengin jadi Putera STIS?

Sejujurnya, tulisan ini bermula ketika muncul kegelisahan hati yang sangat pelik setelah berkali-kali mendapatkan pertanyaan yang sama dari orang-orang sekitar, "Kok, waktu jamanmu dapet gelar itu, kamu dan Sita bisa eksis dan ikut ini itu, kok taun ini beda?". 

Dan jawabanku hampir selalu sama, yaitu : "Setiap orang punya pilihan masing-masing".


Sebenarnya cukup lelah menjawab pertanyaan yang intinya sama. Lelah dan gatal dan cemas. Dan kini, diri ini sudah memuncak mencapai kegundahan yang cukup ekstrim hingga rasanya ingin ku marah melampiaskan tapi ku hanyalah sendiri disini. *malah nyanyi*

***

Jadi gini coy, kalo boleh cerita...
Perkenalkan, aku Suryo Adi Rakhmawan, mahasiswa STIS asli Banjarnegara Jawa Tengah, yang notabene merupakan bocah tengil nan usil, yang nggak bisa diam duduk manis cuma menonton hal-hal yang cukup menarik di sekitarku. Nggak percaya? itu pilihanmu mau percaya apa nggak, sih.. :D

Balik ke topik.. 



Tahun 2013 lalu, alhamdulillah Aku dan Sita bisa dapat medali emas di ajang iseng-isengan kami yang apalah-apalah nan lucu-lucuan di Kampus Kebanggaan kita bersama, STIS. Setelah adanya penobatan jadi Putera dan Puteri STIS, kami dapat banyak sekali pengalaman, Banyak. Aku, Serius.


Banyak orang bilang "Ah, lo kan ikut ini itu gara-gara lo udah jadi Putera STIS makanya lo bisa gampang ikutan.. Punya tiket premium, sih..". Jawabanku buat orang yang bilang gitu, "Huft." aja. 
Iya, kita memang dapat tiket premium, karena mendapatkan tambahan tulisan pada poin "prestasi yang pernah diraih"..
tapi sejujurnya.. mudah saja bagiku, gampang saja aku kalah sama orang-orang yang punya kemauan yang tinggi dan motivasi yang lebih kuat daripada aku, karena mereka punya tiket pertamax. Pertamax lebih mahal dari premium kan? Think Logic. *bahasa inggris gak bener. Peduli amat. Yang penting gaul*
Semua yang kita ikuti juga melewati prosedur coy.. hanya kebetulan saja kalau kita berdua sama-sama ikut. Let's say, MC Wisuda Tahun 2014, melewati seleksi oleh dosen.. Menjadi Senat Mahasiswa, kita tentu ikut seleksi administrasi dan wawancara seperti teman-teman lain.. Ikut kepanitiaan MP2K, atau kepanitiaan lain, jelas sekali ada prosedur dan aturan mainnya.. Pengurus PKL, itu malah diseleksi sama dosen dan mahasiswa.. Jadi, masih menanyakan tiket premium? aku cuma bisa "PUFT"-in saja lah.

Fine banget, kalau kamu bilang sebelum dapet gelar itu, aku orang yang apatis, iya benar. Benar banget. Aku nggak gabung di banyak kepanitiaan kampus maupun organisasinya. Sejujurnya, sampai sekarangpun masih begitu, masih apatis. Akan tetapi..... balik lagi ke konsep definisi di awal tadi, aku orang yang selalu gelisah ingin bergerak, atau bahasa gaulnya, "BERGAIRAH". Jadi, karena setiap acara membutuhkan sosok "Penggembira", ya ku isi saja lowongan peran itu. Menjadi "penggembira", noted.

Tapi, semua berubah ketika negara api menyerang, menyerbu, menerjang terjang.. *karena kalau cuma "menyerang" sudah terlalu ekstrim, eh salah, mainstream*

Tepatnya di tahun 2013 lalu, ketika aku mendapatkan gelar itu, ada suatu beban yang diberikan padaku. Meskipun bagimu hanya sekadar status atau hanya sekadar hadiah dari euforia acara kampus, tapi setulusnya itu menjadi suatu beban. Beban untukku agar benar-benar bisa menjadi orang yang ada di sosok status itu. Benar-benar menjadi Putera STIS.

Aku pun semakin terdesak dengan ke-dilema-an dalam hati yang bergejolak. Dan sejak 2013 itu, aku bertekad, "Aku nggak boleh hanya sekadar menjadi penggembira suatu acara. Aku harus bisa menjadi sosok PEMIKIR disana. ataupun PELAKSANA di dalamnya".

Itulah yang menjadi latar belakang judul penulisan ini. Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan menjadi Putera STIS. *Seriously, aku nggak niatan mau songong*. Jadi, ini menjadi suatu kesempatan berharga banget buat kamu, yang sedang dalam masa "Menjadi diri yang lebih baik dari sebelumnya".

Mendapatkan prestasi itu, menjadi suatu trigger diri untuk bisa memberi lebih banyak, untuk bisa bergerak lebih aktif, untuk bisa berlari lebih jauh, untuk bisa belajar lebih luas, dan tentunya untuk bisa menjadi diri yang lebih baik dari sebelumnya. Malu dong, kalau kamu sudah mendapatkan predikat itu, tapi kamu cuma bisa bengong dan diam di depan laptop memainkan scroll di timeline facebook, atau cuma bisa nge-like foto meme bagus dan video lucu di instagram, atau cuma bisa kepoin timeline orang di twitter? Malu dong. Seharusnya malu. Kan ironi banget, kalau hidupmu hanya begitu saja. Kamu seorang pemuda/i harapan bangsa coy, "Ini masa mu buat menggebu-gebu.. Waktu mu buat memaksimalkan hasrat dalam dirimu.. Inilah saatnya buat memaksimalkan eksistensi diri dalam kebermanfaatan..!!".. *ceilaaahhh*

Hari gini, kamu masih belum bisa produktif? Hari gini, kamu masih belum bisa memberi sesuatu manfaat untuk orang sekitar? Kalau kamu masih jadi pribadi yang begitu-begitu aja, Fiks banget, kamu nggak kekinian.

Lalu, ketika kamu sudah memperluas zona aman-nyamanmu alias comfort zone-mu, semakin muncullah sifat manusia yang ada dalam diri, "Selalu ingin lebih, dan nggak cepet puas". Disitulah kamu bakal tau manfaat ini semua. Kamu bakal ingin menjadi diri yang lebih bermanfaat dari sebelumnya. Dan otak kita akan bekerja untuk semakin kreatif, supaya nggak jadi orang yang begitu-begitu saja.

Masih ingat kan? "Sebaik-baik lo, adalah lo yang bisa lebih ngasih manfaat buat lingkungan sekitar lo."




Jadi, masih malas buat bergerak? Aku sih masih rada yakin, kalo kamu nggak bakalan langsung bisa tergugah menjadi pribadi yang lebih baik, hanya dengan membaca tulisan nggak bermutu ini. Tapi, aku sarankan padamu, kamu coba deh, daftar jadi Putra Putri Daerah, boleh jadi, kamu akan merasakan apa yang kurasakan, Mendapatkan motivasi dari hasil iseng-isengan semata, yangmana, yang bisa dapat motivasi kayak gitu hanya orang-orang tertentu saja. Dan ini : "Malu.... Malu banget, ketika kamu dapet predikat ini, tapi kamu cuma diem aja ngeliatin teman-temanmu berkarya. Malu..". 

"Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya Belajar, Maka kamu harus sanggup menahan perihnya Kebodohan"

4 komentar: